Kisah Sunan Ampel di Surabaya

Ketika hari libur tiba, Surabaya selalu menjadi salah satu kota yang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Kota yang terkenal akibat salah satu kisah heroik di Surabaya Hotel ini memang memiliki beragam wisata sejarah yang sangat menarik untuk di kunjungi. Selain dari wisata sejarah yang berkaitan dengan kisah heroik melawan penjajah, kota ini juga memiliki wisata sejarah yang berkaitan dengan penyebaran agam islam di Surabaya.

Sunan Ampel

pic: Ist

Bagi umat muslim di Indonesia, mendengar nama Wali Songo pasti sudah bukan hal yang asing. Wali Songo (Wali Sanga) adalah sembilan orang penyebar Agam Islam di Pulau Jawa, yaitu Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, Demak, Kudus, Muria dan Cirebon. Dengan hadirnya Wali Sanga, maka berakhir pula era dominasi Hindu-Budha dalam budaya di Indonesia. Wali Songo yang mendapat tanggung jawab dalam menyebarkan Agama Islam di Surabaya khususnya daerah Ampeldenta yaitu Raden Mohammad Ali Rahmatullah yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Ampel.

Sunan Ampel diperkirakan lahir pada Tahun 1401 di Champa, Kamboja. Pada usia 20 tahun Sunan Ampel kemudian datang ke Surabaya atas undangan Ratu Dwarawati yang merupakan istri dari Prabu Brawijaya, Raja dari Kerajaan Majapahit saat itu. Prabu Brawijaya mengundang Sunan Ampel untuk memperbaiki moral Bangsawan sertta Rakyat Majapahit yang gemar berpesta-pora dan melakukan hal terlarang lainnya.

Secara perlahan Sunan Ampel berhasil merubah perilaku negatif rakyat dan bangsawan Majapahit melalui dakwahnya dan ilmu mengenai Agama Islam, hal ini membuat Prabu Brawijaya sangat senang. Selanjutnya, Sunan Ampel kemudian mendirikan sebuah pesantren sebagai tempat belajar Putra Bangsawan dan Pangeran Majapahit yang ingin berguru padanya. Hasil didikannya yang sangat terkenal adalah falsafah lima moh, yaitu:

  • Moh Main (Tidak mau bermain judi)
  • Moh Ngombe (Tidak mau mabuk-mabukkan)
  • Moh Maling (Tidak mau mencuri)
  • Moh Madat (Tidak mau menghisap ganja, candu, dll)
  • Moh Madon (Tidak mau berzinah)

Selain pesantren, pada tahun 1421 Sunan Ampel bersama dengan masyarakat juga mendirikan sebuah masjid diatas tanah seluas 120×180 m2. Di tempat inilah Sunan Ampel melakukan dakwahnya hingga akhirnya meninggal pada Tahun 1481 dan dimakamkan di Masjid ini. Sampai saat ini Masjid ini masih dijadikan tempat wisata religi yang ingin mengenang masa jaman Sunan Ampel terdahulu. Bangunan masjid ini telah mengalami 4 kali pemugaran namun tetap mempertahankan arsitektur aslinya, yaitu perpaduan gaya arsitektur Jawa dan Arab. (Yv)